Sebuah judul yang merepresentasikan dampak positif dari perkembangan bisnis yang dialami oleh salah satu Startup di kota Malang, Inagata Technosmith. CEO Inagata, saudara M. Miftahul Huda, sempat berdiskusi dengan saya terkait beberapa hal yang menyangkut kebijakan operasional perusahaan. Kesimpulannya adalah perlu melakukan Business Process Improvement untuk meningkatkan kualitas operasionalperusahaan.
M. Miftahul Huda | CEO Inagata Technosmith
If it doesn’t CHALLANGE you,
It doesn’t CHANGE you
Banyak ungkapan sejenis yang dialami olehperusahaan rintisan, baik sektor digital maupun non-digital terkait dengan keluhan kualitas dan performa operasional perusahaan. Sesuatu yang klasik dan jamak terjadi, dengan kata lain sudah menjadi fitrahnya bagi perusahaan yang memang tidak dipersiapkan dengan matang saat memulai sebuah bisnis.
Apakah keluhan tersebut hanya berlaku atau ditemui pada perusahaan rintisan saja?
Bagaimana dengan perusahaan yang sudah bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun beroperasi?
Apakah perusahaan yang sudah mapan tidak mengalami hal serupa?
Tidak peduli sudah berapa lama perusahaan berdiri, jika suatu saat mengalami pertumbuhan penjualan yang signifikan yang belum pernah terjadi sebelumnya, maka akan menghadapi fenomena tersebut. Termasuk dialami juga oleh perusahaan-perusahaan yang sudah berdiri lebih dari 10 tahun dengan jumlah karyawan bisa mencapai ratusan hingga ribuan orang.
Contoh kasus yang dialami oleh Inagata dapat diambil sebagai bahan pembelajaran betapa pentingnya aspek operasional di sebuah bisnis. Manajemen operasional sudah semestinya dipikirkan dengan matang sebelum bisnis itu sendiri dijalankan.
Bukankah operasional ini adalah jantungnya perusahaan saat bisnis sudah mulai berjalan. Gambar A menjelaskan tentang arsitektur bisnis denganaspek operasional menempati lapisan terbawah. Hal ini berarti bahwa operasional akan cukup banyak menyita waktu, energi, dan biaya selama perusahaan tersebut berjalan.
Dalam berbisnis, tidak sekedar menjelaskan tentang motivasi dan strategi bisnis saja. Tidak boleh menjalankan operasional perusahaan secara asal-asalan dengan menggunakan pendekatan tambal sulam. Jika arsitektur bisnis ini dipahami secara mendalam, kemungkinan kecil terjadinya masalah-masalah yang bersifat fundamental.
Profil Inagata secara umum tidak jauh berbeda dengan kebanyakan perusahaan rintisan digital lainnya. Perusahaan ini dibentuk oleh orang -orang teknis yang mempunyai kompetensi di bidang teknologi informasi.
DNA perusahaan rintisan digital hampir mempunyai kemiripan di beberapa hal. Jarang sekali perusahaan rintisan digital yang awalnya dibentuk oleh orang non-IT atau setidak-tidaknya memahami tentang dunia IT.
Hal ini berdampak pula pada gaya pengelolaan perusahaan yang menerapkan sistem manajemen asal jalan saja. Ataupun jika founder atau co-founder mempunyai keinginan yang lebih, mungkin masih bersedia meluangkan waktu untuk mempelajari hal-hal terkait dengan pelaksanaan strategi bisnis seperti mendalami Business Model Canvas (BMC).

Sebagai perusahaan yang pada awalnya bergerak dibidang jasa pembuatan website, mobile application,dan desain UI/UX, Inagata hampir menggunakan seluruh waktunya untuk mengerjakan proyek custom. Sebuah strategi untuk mewujudkan revenue stream yang sudah lazim diterapkan oleh perusahaan rintisan digital lainnya. Pada fase ini urusan operasional tidaklah menemui kendala yang berarti.

Permasalahan mulai muncul pada saat Inagata mencoba untuk memasuki bisnis yang berorientasi pada produk. Terdapat karakteristik yang berbeda antara pendekatan proyek serta produk. Salah satu karakteristik bisnis berbasis produk yang perlu mendapat perhatian adalah saat terjadinya pertumbuhan penjualan yang cukup signifikan, maka saat itu pula akan terjadi lonjakan aktivitas-aktivitas pendukung aktivitas utama.
Aktivitas pendukung yang sudah pasti mengikuti perkembangan bisnis adalah terkait dengan manajemen pengelolaan layanan pelanggan. Hal ini secara langsung diakui oleh CEO Inagata, bahwa aktivitas yang terlihat sederhana dan sepele pada awalnya, ternyata pada akhirnya menjadi sesuatu yang serius dan penting. Sesuatu yang bisa membuat jajaran manajemen menjadi pusing dan berpikir keras untuk mencari solusinya.
Saat ini Inagata sedang mengembangkan sebuah produk terkait layanan edukasi di sekolah-sekolah dengan label EduPongo. Bisa dibayangkan, betapa sibuknya orangorang yang bertugas di bagian operasional pelayanan pelanggan. Mengingat potensi market yang luar biasa besarnya, maka aspek operasional tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang bisa disepelekan lagi.
Dibutuhkan perencanaan yang matang terkait dengan proses bisnis yang akan diterapkan di perusahaan dalam rangka memastikan operasional perusahaan bisa berjalan dengan baik. Apalagi jika perusahaan memiliki divisi atau departemen khusus yang mengurusi perihal pemasaran dan penjualan yang bekerja secara agresif dan masif, maka hukumnya menjadi wajib untuk menempatkan operasional berada di prioritas tinggi atau bahkan tertinggi jika memang dibutuhkan.

Kepedulian terhadap pentingnya proses bisnis dalam rangka menopang kegiatan operasional perlu ditingkatkan. Proses bisnis tidaklah sama dengan prosedur atau SOP. Proses bisnis membawa sebuah value yang berdampak kepada kepuasan pelanggan. Proses bisnis merupakan penjabaran secara langsung dari kebijakan perusahaan.
Terkait dengan permasalahan Inagata pada aspek operasional pelayanan pelanggan, maka perlu dilakukan sebuah kajian dan analisis tentang policy, proses bisnis, prosedur hingga pada instruksi kerja. Rangkaian ini akan memperjelas di mana masalah sesungguhnya yang perlu dicarikan solusinya.
Policy atau kebijakan strategis perusahaan tentang pelayanan pelanggan ini mungkin tidak jauh dari aspek yang berkenaan dengan kepuasan pelanggan. Sebagai organisasi bisnis, maka kepuasan pelanggan akan menjadi prioritas utama bagi perusahaan. Apapun jenis dan sektor bisnis yang sedang dijalankan, maka aspek kepuasan pelanggan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Kebijakan tentang kepuasan pelanggan perlu dijabarkan dalam sebuah pernyataan yang bernilai bisnis, misalnya “Penanganan keluhan yang cepat, maksimal 10 menit permasalahan harus terselesaikan”. Nah, untuk mewujudkan kebijakan tersebut, maka perlu dipetakan proses bisnis apa saja yang bisa mendukung secara langsung. Satu kebijakan bisa dijabarkan dalam banyak proses bisnis.
Salah satu contoh proses bisnis yang bisa dibuat terkait dengan kepuasan pelanggan adalah proses penerbitan sertifikat lisensi pengguna aplikasi. Proses bisnis ini bisa melibatkan beberapa partisipan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan.
Desain proses bisnis harus memperhatikan value apa yang ingin diberikan kepada pelanggan. Dalam hal ini adalah bagaimana pelanggan bisa mendapatkan sertifikat lisensi penggunaan aplikasi secara mudah dan cepat. Tentukan rangkaian aktivitas yang akan menghasilkan output yang bisa digunakan oleh pelanggan. Faktor validasi dan approval sebisa mungkin dibuat serba otomatis dengan sedikit peranan manusia.
Saat ini proses bisnis yang berhubungan dengan pelanggan atau konsumen sudah mulai beralih ke sistem otomasi. Otomasi proses bisnis sangat membantu perusahaan dalam memberikan pelayanan yang terbaik terutama untuk meningkatkan efisiensi waktu dan biaya. Selain itu juga akan dapat memperkaya pengalaman pelanggan dalam berinteraksi dengan perusahaan.
Implementasi proses bisnis mesti diikuti dengan evaluasi sesuai dengan kaidah metodologi Business Process Management (BPM). Evaluasi ini bergunauntuk meningkatkan kualitas proses bisnis selanjutnya.
Selamat mempelajari proses bisnis lebih dalam lagi!
(DE)
